Jumat, 08 Oktober 2010

Pengertian dan Tujuan Tasawuf



Perkataan tasawuf dalam bahasa asing, disebut mystic atau Sufism, berasal dari kata suf yakni wol kasar yang dipakai oleh seorang muslim yang berusaha dengan berbagai upaya yang telah ditentukan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Orang yang melakukan upaya demikian disebut sufi dan ilmu yang menjelaskan upaya-upaya serta tingkatan-tingkatan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dimaksud, dinamakan tasawuf.

Ilmu tasawuf adalah ilmu yamg menjelaskan tata cara pengembangan rohani manusia dalam rangka usaha mencari dan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan pengembangan rohani, kaum sufi ingin menyelami makna syari’ah secara lebih mendalam dalam rangka menemukan hakikat agama dan ajaran agama islam. Bagi kaum sufi yang mementingkan syari’at dan hakikat sekaligus, shalat misalnya, tidaklah hanya sekedar pengucapan sejumlah kata dalam gerakan tertentu, tetapi adalah dialog spiritual antara manusia dengan Tuhan.

Sikap kaum sufi terhadap Tuhan, pada mulanya didasarkan rasa takut, tetapi kemudian rasa takut itu diubah dan dikembangkan oleh rabia’ah al-Adawiyah (m. 801 M), seorang sufiwati dari Basrah (Irak). Dengan rasa cinta kepada Allah melebihi cinta kepada apapun juga. Seorang sufi yang mencari jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui pengembangan rohani, menamakan dirinya salik.

Salik yakni orang yang berpergian itu menempuh perjalanan dengan langkah lambat dan teratur melalui tarikat tertentu, harus melewati tujuh tingkatan, menuju ke satu tujuan yakni pertemuan dengan kenyataan yaitu Allah sendiri. Jalan atau tarikat itu, kemudian menjadi organisasi sufi sendiri, dipimpin oleh seorang guru yang disebut syeikh (mursyid), yang berfungsi sebagai penunjuk jalan.

Masing-masing tarikat mempunyai cara sendiri, misalnya dalam berzikir. Berzikir untuk mencapai tujan akhir yakni merasakan kehadiran ilahi dalam hatinya. Timbulah aliran-aliran di lapangan tasawuf, diantarannya sekedar menyebutnya sebagai contoh, adalah :

1.       Qadiriyah.
Aliran ini memuliakan pendirinya Abdul Qadiral-Jailani (m. 116 M). menurut para pengikutnya , Abdul Qadiral-Jailani adalah seorang suci. Kini, yang menjadi pemimpin tarikat Qadiriyah adalah juru kunci kuburan  Abdul Qadiral-Jailani di Bagdad. Aliran ini berpengaruh di Afrika Utara, Asia Kecil, Pakistan, India, Malaysia juga Indonesia.

2.       Rifa’iyah.
Aliran ini dididrikan oleh Muhammmad ar Rifa’i (m 1183 M). Tarikat Rifa’I terkenal dengan amalannya berupa penyikasaan diri dengan melukai bagian-bagian badan dengan senjata tajam diiringi oleh zikir-zikir tertentu. Bila ada yang luka, gurunya menyembuhkan luka itu dengan air liurnya sambil menyebut nama pendiri tarikat. Di Aceh dan Banten, upacara menusuk-nusuk badan dengan senjata tajam yang disebut dabus atau debus itu, dilakukan oleh para pengikut aliran tasawuf Rifa’iyah.

3.       Sammaniyah.
Tarikat sammani didirikan oleh Syeikh Muhammad Samman. Riwayat hidup pendiri tarikat ini, Syeikh Muhammad Samman, dahulu sangat terkenal di Jakarta. Cara mencapai tujuan akhirnya, diantaranya adalah berzikir dengan suara lantang, seperti tampak dalam permainan saman di Gayo (Aceh).


4.       Sayttariyah.
Aliran ini didirikan oleh Abdullah as-Syattari (m. 1417 M) berpengaruh juga di Indonesia terutama di Jawa. Aliran ini di percaya pada ajaran kejawen mengenal tujuh tingkat keadaan Allah yang disebut dengan ilmu hakikat. Nabi Muhammad dilambangkan oleh aliran sebagai manusia sempurna (insan kamil) yang memantulkan kekuatan ilahi seperti cermin memnatulkan cahaya. Pada aliran ini juga terdapat kepercayaan bahwa semua manusia mempunyai bakat untuk menjadi manusia sempurna dan harus berusaha untuk mencapai kesempurnaan itu. Dalam hubungan ini terdapat pandangan tentang hubungan manusia dengan Allah seperti hubungan seorang pelayan dengan majikannya.

5.       Naqsayabandiyah.
Aliran ini didirikan di Turkistan oleh Muhammad an-Naqsyabandi (m. 1388 M). aliran ini menyelenggarakan zikir tertututp atau zikir diam yakni menyebut nama Tuhan dengan berdiam diri (Hoesein Djajadiningrat, 1961 : 135-136).

Mengenai sikap terhadap sesama makhluk dapat dibagi dua yakni sikap terhadap sesama manusia dan siakp terhadap makhluk yang bukan manusia. Sikap terhadap sesama manusia disebut akhlak . ilmunya disebut dengan ilmu akhlak. Ilmu akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk pada sikap dan prilaku manusia serta segala sesuatu yang berkenaan dengan sikap dan perbuatan yang umumnya diperlihatkan manusia terhadap manusia lain, dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya. Sikap itu dilanjutkan dengan perbuatan yang dinilai dengan istilah benar atau salah.
Sumber akhlak islami adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Kedua sumber agama islam itu penuh dengan nilai serta norma yang menjadi ukuran sikap dan perbuatan manusia apakah baik atau buruk, benar atau salah. Sikap terhadap sesama manusia dalam kehidupan sosial menurut nilai dan norma islam adalah, misalnya :

·         Sikap mau dan mampu menunaikan kewajiban dan menerima hak.
·         Mau dan mampu mengendaliakn diri.
·         Selalu berusaha menegakkan keadilan dan kebenaran baik dirinya sendiri maupun bagi kepentingan masyarakat.

Akhlak terhadap bukan manusia yang biasanya diistilahkan dengan lingkungan hidup sekarang ini, dapat dilakukan dengan jalan misalnya ; menyadari bahwa semua yang terdapat di langit dan di bumi serta yang ada diantara keduanya adalah anugerah Allah kepada manusia yang harus dijaga kelestariannya, juga untuk kepentingan makhluk lainnya.

Isi Al-Qur’an dan Al-Hadits penuh dengan akhlak islami yang perlu diteladani dan dilaksanakan dalam hidup dan kehidupan sehari-hari setiap muslim dan muslimat.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa islam sebagai agama dan ajaran mempunyai sistem sendiri yang bagian-bagiannya saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Intinya adalah tauhid yang berkembang melalui akidah. Dari akidah mengalir syari’at dan akhlak islam.

Tidak ada komentar: